Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Antara Paradigma ASN, Ultraman dan Nasehat Kyai Azzaim

Senin, 04 Agustus 2025 | 15:26 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-06T08:32:28Z

                                    Kolom

                   Irwan Kurniadi Rakhday


Akhir Juli 2025 di utara alun-alun Situbondo, Jawa Timur ada demonstrasi sejumlah LSM dan media yang menyoal pernyataan Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo atau yang dikenal dengan panggilan Mas Rio di jagad maya. 


Pernyataan Mas Rio di dalam video yang beredar luas mengisahkan pengalamannya didatangi oleh seorang kepala desa yang marah dan berniat "menghajar" salah satu tokoh LSM di Situbondo.


Selain itu, Mas Rio juga melontarkan kritik keras terhadap praktik oknum aktivis yang disebutnya "lapar", "tak mau kerja", dan "maunya duduk main HP, bikin berita di koran, korannya sendiri". Secara tersirat, oknum-oknum tersebut hanya mencari keuntungan pribadi dan tak didasari niat untuk perbaikan.


Dampaknya, pernyataan Bupati Situbondo ini mendapatkan reaksi beragam dari kalangan aktifis LSM dan media , khususnya di Situbondo.

Sehingga pada saat demonstrasi para aktivis yang bersifat dialogis karena Mas Rio meladeni mereka berakhir dengan jabatan tangan.

.




Namun ada sebuah insiden yang menimpa salah satu jurnalis dengan narasi yang berbeda yakni menjadi korban pemukulan. Hingga kemudian berlanjut pada pelaporan kepolisian. 


Menekankan Aktivis Tak Hambat Investor


Sebagai kepala daerah, Mas Rio tentu punya perangkat yaitu ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan. Salah satunya bagaimana Mas Rio membuka kran seluas-luasnya bagi investor untuk berinvestasi di Kabupaten Situbondo.


Sebagaimana kita pahami, paradigma ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah pelayan publik, bukan penguasa. Ini berarti bahwa ASN harus berorientasi pada pelayanan yang prima dan memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan sebaliknya. Perubahan paradigma ini menekankan pentingnya ASN sebagai abdi negara yang memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan profesionalisme dan integritas. 


ASN memiliki tugas utama memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pelayanan administratif hingga pelayanan publik yang lebih luas seperti penyediaan infrastruktur dan layanan publik lainnya.




ASN  juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang profesional, artinya memiliki kompetensi dan kemampuan yang dibutuhkan, serta bertindak jujur, adil, dan transparan.


Selain itu, pelayanan yang diberikan harus berkualitas dan memenuhi harapan masyarakat. Ini berarti ASN harus responsif, inovatif, dan terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan.


Dulu, ada anggapan bahwa ASN memiliki posisi yang lebih tinggi dan berkuasa. Namun, paradigma baru ini menekankan bahwa ASN adalah pelayan masyarakat yang harus memberikan pelayanan terbaik.


Banyak instansi pemerintah yang mulai menerapkan konsep ini, seperti memberikan pelatihan dan pembinaan kepada ASN tentang pelayanan publik yang baik, serta membangun sistem yang memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan.


Dengan perubahan paradigma ini, diharapkan ASN dapat lebih dekat dengan masyarakat, memberikan pelayanan yang berkualitas, dan pada akhirnya berkontribusi pada pembangunan negara yang lebih baik. 


Secara pribadi, saya optimis, di kota ini bisa diwujudkan. Saya kenal betul basis komunitas yang memiliki mentalitas luar biasa. Ketika mereka diamanahi mengawal jalannya pemerintahan tanpa atribut, kemurnian itu tergambar dan memotivasi untuk istiqamah bersikap.



Sebagai rakyat jelata, yang diharapkan pada pemimpinnya tentu amanah dalam jabatannya. 

"Jika saya korupsi, Laporkan saya!", Kata Mas Rio di hadapan aktivis LSM dan media saat unjuk rasa.

Jika kita menganalisis secara akal sehat, kalimat tersebut lahir dari tekad kuat untuk membenahi Kabupaten Situbondo ini dari perilaku koruptif.



Selama ini, disadari atau tidak, perilaku koruptif mewabah bukan hanya di tataran eksekutif, tapi jajaran legislatif, kemudian oknum LSM dan oknum media melakukan "pengawasan semu" dalam artian menyoal tapi dengan tendensi yakni untuk memperoleh peluang-peluang agar bisa "saling mengamankan" atau hal-hal yang bersifat pragmatis atau misalnya, berupa proyek.


Pola-pola pengondisian seperti yang dilakukan oknum itu yang ingin diberangus oleh Bupati yang menyebut dirinya sebagai Ultraman, superhero ini. Sehingga tidak heran, banyak pihak yang terkejut bahkan menuai reaksi beragam. 


Mereka yang terbiasa di zona nyaman dan aman meski menyimpang dari regulasi, tak menyangka dengan sikap bupati yang "agak laen". 


Bagi saya pribadi melihat hal itu sebagai sesuatu yang mencerahkan. Sejak era reformasi  kondisi psikologis Bupati di Kabupaten Situbondo, mulai dari Diaaman, Ismunarso, Dadang Wigiarto hingga Karna Suswandi tidak pernah ada yang secara vulgar menyatakan "tantangan" demikian di hadapan LSM dan media yang terlanjur diasumsikan merajai pengondisian di Kabupaten Situbondo.



Pemimpin sebelumnya cenderung menjalankan kebiasaan lama. Jumud. Saya jadi ingat jargon Iwan Fals dalam iklan kopi yakni: Bongkar kebiasaan lama! Sepertinya Mas Rio mulai akan melakukan itu, membongkar hal-hal yang tidak selaras dengan tekadnya sebagai pemimpin di Kota Santri.


Tentu saja, bagi mereka yang kerap menjadikan pemimpin sebagai alat kekuasaan yang biasanya "bisa diajak" berkompromi berpesta pora di atas kuasa  relasinya, kali ini bukan hanya gigit jari, tapi mendapatkan stigma negatif publik yang mulai cerdas membaca modus!


Dalam dialog saat demonstrasi itu, Mas Rio juga menggunakan diksi: sikat.  Sepertinya itu adalah "Sikat Ultraman" . Sikat itu akan bergerak bila  gigi kotor dan mulut bau. Justru sikat itu yang akan membersihkan kotoran dan mengharumkan mulut dari aroma tak sedap. Nah, sikat sebagai pembersih tentunya harus bersih dari kotoran.



Jika ditafsirkan, bila ada oknum LSM dan media mengganggu  investor dan semacamnya, tentunya menghalangi kerja pemerintah yang saat ini justru termotivasi  dan berkomitmen untuk bekerja lebih baik daripada sebelumnya.



Bahkan,  LSM dan media mesti menunjukkan komitmennya sesuai tupoksi. Justru mesti lebih giat menjalankan fungsi kontrolnya secara lebih elegan dan objektif.

Dikomunikasikan dengan baik untuk kemudian dilakukan tindakan  tertentu apabila ada oknum pemerintahan yang tidak menjalankan amanat dengan baik dan benar.



Bila kontrol itu dimaksudkan sebagai upaya membenahi kerja pemerintah Kabupaten  Situbondo, bupati dan jajaran eksekutif tentu lebih dapat menjalankan program nya secara maksimal dengan paradigma yang berbeda dari sebelumnya. 



"Tantangan" Mas Rio pada para pihak yang menjalani fungsi kontrol itu bukan tanpa alasan kecuali lahir dari keinginan kuat untuk merawat Situbondo agar tak terkena "tuah korupsi" kembali yang notabene merusak marwah dan martabat pemerintah daerah.




Kesimpulannya, jika rezim "Bupati Ultraman" ini beserta jajaran eksekutif yang secara spesifik  adalah para ASN berkomitmen  membangun Situbondo dan menjalankan roda pemerintahannya decara baik dan benar serta penuh kejujuran tentu mesti didukung oleh para mitra strategisnya yaitu LSM dan media yang juga seiring sejalan menjalankan fungsi kontrolnya dengan baik pula.


Yang menarik, dalam satu kegiatan pengajian di kediaman Mbak Ufi (Wakil Bupati Situbondo) Kiai Azzaim, pemangku Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo menasehati Mas Rio selaku Bupati agar memberikan  layanan-layanan yang terbaik, tidak usah "menjadi" Ultraman, cukup menjadi Yusuf Rio Wahyu Prayogo. (*)

×
Berita Terbaru Update